SIARAN PERS
GERAKAN BURUH PEMBELA KENDENG
(KSPN, FSPMI, SP Reformasi, FSPI, Yasanti/PPR Mandiri,
Effort, FSP Farkes Reformasi, FSP KEP, FSPLN, Kahutindo, Jejer Wadon, LBH
Semarang)
Telah dua tahun lebih masyarakat Pegunungan Kendeng
memperjuangkan bumi mereka dari bahaya laten industri semen berkedok
nasionalisme. Baik melalui mekanisme hukum yang tersedia maupun dengan
menggalang dukungan publik telah mereka tempuh dengan sungguh-sungguh.
Alasannya jelas, bahwa keberadaan industri semen akan mengganggu kelestarian
lingkungan di Rembang. Kelestarian lingkungan yang terus disuarakan masyarakat
Pegunungan Kendeng bukan hanya kebutuhan kaum tani, melainkan semua manusia.
Dalam ranah litigasi, melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor
99 PK/TUN/2016 tertanggal 5 Oktober 2016, perjuangan masyarakat Pegunungan
Kendeng akhirnya terjawab. Mahkamah Agung memenangkan warga, dengan menyatakan
batal Izin Lingkungan PT Semen Indonesia di Rembang dan memerintahkan Gubernur
Jawa Tengah untuk mencabutnya. Putusan ini adalah kemenangan masyarakat
Pegunungan Kendeng dari Industri Semen perusak lingkungan, sekaligus menjadi
kabar baik bagi siapapun yang memikirkan keberlanjutan hidup umat manusia.
Namun demikian, kemenangan masyarakat ini dibayar dengan
pengkhianatan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sejak adanya Putusan,
Ganjar Pranowo selalu mencari-cari peluang agar industri semen di Rembang tetap
berlanjut. Pada tanggal 9 November 2016 Gubernur Jawa Tengah telah mengeluarkan
Izin Lingkungan baru bagi Pabrik Semen Indonesia di Rembang. Izin Lingkungan
ini dibentuk tanpa sepengetahuan masyarakat. Masyarakat baru mengetahui izin
ini pada tanggal 9 Desember 2016 saat melakukan audiensi dengan Asisten I Gubernur
Jawa Tengah setelah longmarch selama 5 hari dari Rembang menuju Semarang.
Perjalanan panjang warga menjemput keadilan berbalas pil pahit dari Gubernur
Jawa Tengah.
Kemudian, pada tanggal 20 Desember 2016, Gubernur Jawa
Tengah juga menerbitkan SK pembentukan tim supervisi adendum Amdal bagi pabrik
Semen Indonesia di Rembang. Pembentukan tim supervisi adendum ini dalam
pandangan kami ditujukan untuk memodifikasi Izin Lingkungan PT Semen Indonesia
sehingga seolah-olah tampak benar. Padahal, dalam amar putusan Mahkamah Agung
Gubernur Jawa Tengah telah diperintahkan untuk mencabut Izin Lingkungan dan
bukan mengubahnya.
Selain itu, berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, semua izin
yang timbul berdasarkan izin lingkungan ini, juga harus dibatalkan. Hal ini
termasuk izin usaha dan pendirian pabrik. Dengan demikian, jika pembangunan
pabrik masih terus berjalan apalagi kemudian dilanjutkan ke tahap industri,
maka Semen Indonesia telah melakukan pembangunan serta penambangan ilegal di
Kabupaten Rembang.
Upaya untuk melawan putusan Mahkamah Agung ini, juga coba
dibenarkan dengan beredarnya isu bahwa keberadaan pabrik semen di Rembang akan
menaikkan penghidupan warga. Hal ini kemudian juga dikemas dengan adanya
kepentingan nasional pada keberadaan pabrik semen di Rembang lantaran pabrik
tersebut merupakan BUMN. Bagi kami, apapun alasannya, kelestarian lingkungan
tetap harus menjadi prioritas pengambil kebijakan. Hal ini juga sesuai dengan
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang pada intinya menyatakan bahwa lingkungan hidup
yang baik dan sehat adalah bagian dari hak asasi manusia.
Untuk itu, kami dari Gerakan Buruh Pembela Kendeng
menyatakan sikap:
1. Bahwa
kelestarian lingkungan merupakan kebutuhan semua manusia. Oleh karena itu,
keberadaan industri yang merusak lingkungan telah mengganggu kebutuhan semua
manusia dan generasi mendatang
2. Bahwa
semakin banyaknya industri perusak lingkungan akan berakibat pada naiknya biaya
hidup karena makin langkanya sumber bahan pangan
3. Bahwa
masyarakat tani yang alamnya telah dirusak oleh industri semen akan kehilangan
sumber penghidupannya dan pada akhirnya akan menjadi buruh-buruh yang dibayar
murah lantaran tidak ada pekerjaan lain
4. Alasan
bahwa keberlanjutan PT Semen Indonesia di Rembang adalah Kepentingan Nasional
dan telah menghabiskan dana sebesar 5 Triliun rupiah tidak bisa dibenarkan
karena akan mengganggu kelestarian lingkungan
5. Menuntut
Gubernur Jawa Tengah agar mematuhi hukum. Segera cabut Izin Lingkungan PT Semen
Indonesia sebagaimana diperintahkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 99
PK/TUN/2016. Hentikan upaya-upaya melawan hukum dengan menerbitkan
kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung
Semarang, 16 Januari 2017
Koordinator : Karmanto (0815 6586 827)