I. PP No 78 Tahun 2015 TELAH MELANGGAR KONSTITUSI
Formula kenaikan upah berdasar Upah Minimum Tahun Berjalan + Inflasi + Pertumbuhan Ekonomi Nasional bertentangan dengan konstitusi yang mengamanahkan penetapan upah minimum mengacu pekerjaan, penghidupan dan penghasilan yang layak berdasarkan pada kebutuhan hidup layak, sebagaimana diatur dalam :
1 Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 disebutkan, Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan peghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2. Pasal 88 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 menegaskan, Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Berdasarkan ketentuan Pasal 89 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003, Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
II. PP No 78 Tahun 2015 MENGABAIKAN PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM PENETAPAN UPAH MINIMUM
Amanah dalam Pasal 89 ayat (2) UU No 13 Tahun 2003, Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewn Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
Dengan adanya formula kenaikan upah minimum sebesar inflasi dan pertumbuhan ekonomi, itu artinya :
"Kenaikan upah Minimum tidak lagi ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewn Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota".
Dengan demikian sudah sangat jelas PP No 78 Tahun 2015 melanggar Konstitusi MENGABAIKAN HAK BERUNDING
Kenaikan berdasar Formula PP 78 tidak sesuai dengan spirit melibatkan serikatpekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 89 tentang Hak Berunding.
Dengan menetapkan formula kenaikan upah sebatas inflasi + pertumbuhan ekonomi, maka pemerintahan Jokowi-JK telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum.
III. BASE ON UPAH DI INDONESIA MASIH RENDAH
Base on upah di Indonesia yang murah inilah yang kita persoalkan. Ditambah dengan kenaikan upah sebatas inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka upah di negara kita akan semakin tertinggal jauh dengan negara-negara sekitar.
Jika dibandingkan dengan upah negara-negara lain di ASEAN, upah di Indonesia masih terbilang sangat rendah. Besarnya upah Malaysia 3,2 juta, Thailand 3,6 juta, bahkan Filipina mencapai 4,4 juta. Sementara itu, upah minimum rata-rata di Indonesia hanya berada dalam kisaran 2 juta.
IV. PEMERINTAH MENGATAKAN, SERIKAT PEKERJA MASIH MEMILIKI HAK UNTUK BERUNDING DI PERUSAHAAN GUNA MENENTUKAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.
Faktanya, sedikit sekali perusahaan yang bersedia merundingkan struktur dan skala upah.
Struktur Skala Upah tetap dikembalikan kepada perundingan/kesepakatan serikat pekerja dan Pengusaha.
Lagipula apa sanksi bagi pengusaha yang tidak bersedia berunding tentang struktur dan skala upah? Tidak ada!! Jangankan yang tidak ada sanksinya , yang jelas jelas ada sanksinya masih banyak pengusaha yang berani melanggar.
Struktur dan Skala Upah menjadi kurang bermakna ketika tidak diterapkan Rasio Upah.
V. PEMERINTAH MENGATAKAN KHL AKAN NAIK SETIAP 5 TAHUN SEKALI
Apa fungsinya ada KHL jika formula kenaikan upah sudah ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi?
Didalam PP78/2015 Pasal 44 ayat (2)
Pasal 44
(1) Penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan upah minimum.
(2) Formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :
UMn = UMt + (UMt x (inflasit + %PDBt))
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan upah minimum dengan menggunakan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Itulah Alasan mengapa FSPMI menolak PP78 Tahun 2015 karena akan semakin menurunkan daya beli masyarakat dan akhirnya pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia akan tetap di bawah. (sup)
Kamis, 06 Oktober 2016
Alasan Mengapa FSPMI menolak PP78 tahun 2015 Tentang Pengupahan
23.15.00
PUK SPAMK FSPMI PT SAMI BBF
No comments
0 komentar:
Posting Komentar